Terkuaknya kasus kekerasan dan mutilasi yang dilakukan Baekuni alias Babe berusia 48 tahun terhadap Ardiansyah bocah pengamen berusia 9 tahun di kawasan Pulogadung Jakarta Timur menambah deret panjang daftar kekerasan terhadap anak yang terjadi di negeri ini.
Karena berdasarkan data kasus yang masuk ke Komnas Anak sepanjang 2009 saja, terdapat hampir 2-ribu kasus kekerasan terhadap anak. yang dilakukan baik oleh orang tua maupun orang dekat anak tersebut.
Penyebab utama Kekerasan terhadap anak terkait erat dengan faktor kultural dan struktural dalam masyarakat. Dari faktor kultural, adanya pandangan bahwa anak adalah harta kekayaan orang tua yang bisa dieksploitasi mendapat keuntungan, atau pandangan bahwa anak harus patuh kepada orang tua seolah-olah menjadi alat pembenaran atas tindak kekerasan terhadap anak. Bila si anak dianggap lalai,rewel,tidak patuh dan menentang kehendak orang tua, dia akan memperoleh sanksi atau hukuman-hukuman yang diberikan kemudian dapat berubah menjadi kekerasan.
Faktor struktural diakibatkan adanya hubungan yang tidak seimbang, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. dalam hal ini anak berada dalam posisi lebih lemah lebih rendah karena secara fisik mereka memang lebih lemah daripada orang dewasa, dan masih bergantung pada orang-orang dewasa di sekitarnya.
Belum lagi persoalan kekerasan terhadap anak baik dipekerjakan di sektor pekerjaan terburuk diperdagangkan maupun korban eksploitasi seksual sebagaimana yang terjadi pada Ardiansah. Korban pelecehan seksual yang dimutilasi oleh Babe, Organisasi Buruh Internasional ILO memperkirakan di Indonesia terdapat 4. juta lebih anak—berusia di bawah 18 tahun terlibat dalam pekerjaan berbahaya lebih dari 1,5 juta orang di antaranya anak perempuan.
Akibatnya, pendiskreditan dan pendistorsian anak secara struktural sering terjadi baik disadari maupun tidak. Karena itu menjadi tanggung jawab kita bersama, khususnya para orang tua untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,tumbuh,berkembang dan berpartisipasi optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta eksploitasi.
Paradigma anak adalah milik orang tua harus segera diubah. Sebab Anggapan itu mendorong orang tua berhak melakukan apa pun terhadap anak, jelas tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Karena berdasarkan fakta yang kerap terjadi ketika orang tua depresi atau stress akibat menghadapi persoalan hidup. misal tekanan ekonomi, anak pun menjadi korban pelampiasan kekecewaan. Kasus Manda contohnya, ibu berusia dua puluh lima tahun tinggal di kawasan Sawah Besar Jakarta Pusat, tega membunuh anak kandungnya, dipengaruhi oleh faktor tekanan ekonomi. Padahal dalam pandangan Islam, anak merupakan titipan Allah yang dititipkan kepada para orang tua untuk dicintai,dijaga,dididik dan dibesarkan dan akan dipertanggung jawabkan nantinya. Firman Allah dalam QS. At tahriim ayat 6 :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”
Selain itu, kecekatan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi diharapkan dapat membantu menekan angka kekerasan anak. Karena itu pemerintah harus menjadikan masalah kemiskinan dan penyediaan lapangan pekerjaan sebagai prioritas utama.
Kesadaran masyarakat untuk ikut membantu mengawasi dan melindungi anak-anak juga perlu ditingkatkan Kalau ada tetangga yang memukul anaknya kita harus berani menegur dan mencegahnya. Sebab anak-anak dilindungi undang-undang. Karena secara yuridis formal pemerintah telah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dimana kesemuanya itu merupakan UU yang secara tegas melindungi anak-anak dari tindak kekerasan yang kerap terjadi.
Namun yang terpenting tiap-tiap individu terutama para orang tua menyadari sepenuhnya bahwa anak merupakan titipan Allah yang nantinya akan dipertanggung jawabkan. untuk itu, setiap orang tua wajib merawat dengan penuh kasih-sayang,kelembutan,serta mendidik nilai-nilai Islam. Yang berarti meniadakan bentuk kekerasan, baik kekerasan fisik maupun maupun psikis Karena dalam hal ini Rasulullah SAW pun melarang setiap orang tua melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Dalam suatu hadis diriwayatkan:
Suatu hari Rasul didatangi oleh seorang Ibu (Sa’idah binti Jazi) yang membawa serta anaknya yang baru berumur satu setengah tahun. Kemudian anak tersebut diminta oleh Rasulullah. Anak tersebut mengompol. Karena mungkin segan anaknya telah mengotori Rasul, maka ibu tersebut dengan agak kasar menarik anaknya dari pangkuan Rasul. Seketika itu Rasul menasihati Ibu tersebut, “Dengan satu gayung bajuku yang najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan, tetapi luka hati anakmu karena renggutanmu dari pangkuanku tidak bisa kamu obati dengan bergayung-gayung air.”
Selain itu, Islam juga menegaskan anak-lah yang dapat memohonkan ampun atas dosa yang dilakukan oleh orang tuanya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi:
Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah
jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya
Akan tetapi perlu diingat, anak tidak akan mendoakan orang tuanya apabila orang tuanya sendiri sering melakukan tindak kekerasan terhadap anak dan tidak dididik menjadi seorang anak shaleh, Wallahu bissowab. (gun-RDSFM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar